YOGYA (KR) - Gara-gara mata pelajaran (Mapel) Agama dan Akhlak Mulia serta Kewarganegaraan dan Kepribadian yang masing-masing mendapatkan nilai C, siswa SMAN 9 Yogyakarta Jurusan IPS, Yondi Handitya (18) dinyatakan tidak lulus.
Padahal nilai Ujian Nasional (UN) dan Ujian Sekolah (Usek) cukup memuaskan yakni 50,70 dan 49,53. Siswa ini diberi dua alternatif, yakni mengulang satu tahun atau mengikuti Kejar Paket C.
Merasa mendapatkan perlakuan tidak adil, Yondi melaporkan kasus ini ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH). Secara kronologis, Yondi di Kantor LBH, Kamis (29/4) menceritakan kejadian yang dialami saat dirinya kelas dua ia memakai kaos oblong ke sekolah. Karena diperingatkan oleh salah seorang guru, ia bermaksud meninggalkan sekolah.
Namun saat ia berjalan tiba-tiba pipinya ditampar oleh salah seorang guru dan secara spontan ia mengeluarkan kata-kata kotor (misuh). Meskipun sudah ada upaya damai yang kemudian sang guru meminta maaf kepada Yondi, namun ia merasa dibenci. �Di sekolah saya merasa dicing dan hal itu membuat saya tidak kerasan lalu akhirnya saya sering membolos,� terangnya.
Meski begitu ia tetap mengikuti UN, Usek serta pelajaran biasa. Begitu tiba pengumuman kelulusan, ia terkejut karena ada seorang guru yang mengantar hasil nilai ke rumah yang menyatakan tidak lulus. Berdasarkan Daftar Nilai Ujian, untuk UN Bahasa Indonesia 8,80, Bahasa Inggris 9,20, Matematika 8,75, Ekonomi 8,75, Sosiologi 7,20 dan Geografi 8,00. Begitupun dengan Usek, jumlah nilainya memenuhi standar kelulusan.
Direktur LBH Yogyakarta, M Irsyad Thamrin berujar pihaknya sudah mendatangi SMAN 9 namun tidak berhasil bertemu dengan kepala sekolah. Setelah itu ia berkirim surat untuk meminta penjelasan ketidaklulusan siswanya tersebut. �Dalam jangka waktu seminggu kalau SMAN 9 tidak memberikan tanggapan kami akan ajukan gugatan ke pengadilan. Surat tersebut juga kami kirim ke Disdikpora DIY,� jelasnya.
Ditemui terpisah, Kepala SMAN 9, Drs Hardja Purnama membenarkan ketidaklulusan siswanya tersebut. Keputusan itu diambil karena sudah sesuai dengan Prosedur Operasi Standar (POS) UN. Hardja menambahkan dalam POS UN disyaratkan kelulusan siswa harus memenuhi empat kriteria yakni lulus UN, Usek, mampu menyelesaikan seluruh mata pelajaran serta berkepribadian baik.
�Dalam aturan telah jelas pada kelompok mata pelajaran yang berhubungan dengan kepribadian, apabila mendapatkan nilai C dinyatakan tidak lulus,� tegasnya.
Mengenai track record siswa tersebut, Hardja menjelaskan sejak kelas 2 Yondi sudah bermasalah, seperti membolos hingga dua minggu berturut-turut tanpa keterangan dan memiliki kelakuan kurang terpuji. Ditambahkan siswa SMAN 9 memiliki kriteria batasan poin perlakuan negatif disekolah dengan batasan maksimal 101 poin. �Namun Yondi telah mengantongi angka 200 poin,� urai Hardja, seraya menambahkan pihaknya siap memberikan penjelasan pada LBH dan menerima Yondi di SMAN 9 apabila ia berniat mengulang satu tahun lagi.
Ketika dimintai komentar terkait dengan hal itu Ketua Dewan Pendidikan DIY, Prof Dr Wuryadi mengungkapkan, kelulusan siswa tidak hanya ditentukan dari nilai akademik, tapi juga akhlak dan budi pekerti siswa. Hal itu diperkuat dengan adanya PP No 19 Tahun 2005 tepatnya dipoin 2. Sehingga sekolah mempunyai kewenangan penuh untuk menentukan kelulusan siswa.
�Kalau dilihat secara sepintas kasus ini cenderung merugikan siswa. Kendati demikian saya berharap masyarakat bisa menyikapi persoalan ini secara bijak, sebab tujuan dari pendidikan tidak sekadar mencerdaskan siswa, tapi juga membentuk akhlak dan budi pekerti yang baik,� jelas Wuryadi. (1/Ria/R-4)-f
Diupload oleh : hans (-) | Kategori: Berita Koran Pendidikan | Tanggal: 30-04-2010 07:50
DIsadur dari Web Depag RI
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar